Bab 4 Melepas Musibah


Melepas Musibah

Sejak Bab 1 kita diajak menyelami makna rindu kepada Baitullah—kerinduan yang mampu menggerakkan hati manusia dari berbagai belahan dunia untuk datang ke rumah Allah. Rindu itu tumbuh karena ada magnet Ilahi yang tak pernah padam.

Di Bab 2, kita memahami bahwa kerinduan itu tidak boleh berhenti dalam hati saja, melainkan harus diwujudkan dalam syiar: menyebarkan kebaikan, menyemai inspirasi, dan menjadikan perjalanan ke Baitullah sebagai cahaya yang menuntun banyak orang.

Kemudian di Bab 3, kita belajar bahwa seluruh langkah itu harus dimulai dengan Quantum Bismillah. Kalimat ini bukan sekadar pembuka kata, melainkan energi penggerak niat, kunci keberkahan, sekaligus kekuatan batin untuk menghadapi setiap keadaan.

Dan kini, kita sampai pada Bab 4. Setelah rindu ditumbuhkan, syiar ditegakkan, dan Bismillah diucapkan, ternyata jalan menuju Allah tidak selalu mulus. Ada musibah, cobaan, dan ujian hidup yang hadir sebagai bagian dari perjalanan.

Maka, bab ini adalah kelanjutan alami dari bab-bab sebelumnya: rindu membuat kita berangkat, syiar membuat kita mengajak orang lain, Bismillah membuat kita berani melangkah, dan musibah membuat kita semakin matang dalam perjalanan iman.

1. Melihat Musibah dari Kacamata Iman

Musibah sering datang tiba-tiba, seperti badai yang menghantam kapal di tengah laut. Namun bagi orang beriman, badai itu tidak dimaknai sebagai akhir perjalanan, melainkan gelombang yang menguji kemudi iman.

Di titik inilah ajaran Quantum Bismillah (Bab 3) menjadi sangat relevan. Jika sebelumnya kita sudah meneguhkan niat dengan menyebut nama Allah, maka saat musibah datang, kita tidak lagi goyah. Karena kita tahu, setiap peristiwa ada dalam genggaman-Nya.

Bahkan Rasulullah ï·º mengajarkan bahwa Bismillah bukan hanya pembuka doa, tetapi juga benteng perlindungan. Barangsiapa memulai aktivitas dengan menyebut nama Allah, maka ia sedang memanggil keberkahan sekaligus perlindungan dari musibah. Dengan kata lain:

Bismillah mendatangkan berkah, dan berkah itu sendiri berarti penghalang musibah.

Allah menegaskan:

“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.”
(QS. Yusuf: 87)


Musibah sejatinya adalah bagian dari syiar hidup (Bab 2). Dengan bersabar, kita sedang menunjukkan pada dunia bahwa iman bukan hanya pada saat senang, tetapi juga pada saat derita.

Dan musibah pun menumbuhkan rindu yang lebih dalam kepada Allah dan Baitullah (Bab 1). Banyak kisah nyata jamaah yang justru bisa ke Tanah Suci setelah mereka diuji dengan sakit, kebangkrutan, atau kehilangan. Karena di balik musibah, ada panggilan lembut Allah yang memurnikan hati.


2. Mengubah Luka Menjadi Cahaya

Setiap luka yang kita alami sebenarnya membawa potensi cahaya. Air mata yang jatuh bisa berubah menjadi doa, kesedihan bisa menjadi jalan lahirnya keteguhan.

Bayangkan seorang jamaah yang pernah bercerita: setelah bangkrut usaha, ia hampir menyerah. Namun dalam doa-doanya, ia selalu berucap, “Bismillah, Ya Allah jika Engkau kehendaki, aku ingin datang ke rumah-Mu.” Ajaibnya, beberapa tahun kemudian, ia benar-benar dipanggil untuk umrah melalui jalan yang tidak pernah ia sangka.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa Bismillah mengubah luka menjadi cahaya, dan cahaya itu pula yang menyingkirkan kegelapan musibah.


3. Kesabaran dan Keikhlasan sebagai Jalan Pembuka Berkah

Musibah pada akhirnya mendidik kita pada dua hal: sabar dan ikhlas. Dua sikap ini bukan hanya membuat hati tenang, tetapi juga menjadi pintu terbukanya berkah.

Rindu (Bab 1), syiar (Bab 2), dan Bismillah (Bab 3) akan menemukan puncaknya di sini. Karena sabar dan ikhlas menjadikan semua itu nyata. Tanpa sabar, rindu hanya menjadi angan. Tanpa ikhlas, syiar hanya menjadi formalitas. Tanpa keduanya, Bismillah hanya sekadar kata.

Tapi dengan sabar dan ikhlas, semua musibah berubah menjadi tangga menuju berkah. Dan semakin kita membiasakan diri dengan Bismillah, semakin banyak keberkahan yang hadir dalam hidup, sekaligus semakin banyak pintu musibah yang tertutup.

Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 153)


Dan bersama Allah, tiada musibah yang benar-benar musibah, melainkan rahmat yang terselubung.


Bukan Pemutus Jalan

Musibah bukanlah pemutus jalan, melainkan bagian dari perjalanan menuju Allah. Ia menyempurnakan rindu, menguatkan syiar, dan menguji kebenaran Bismillah kita. Dengan sabar dan ikhlas, musibah justru menjadi pintu rahmat yang membawa kita semakin dekat dengan Baitullah dan dengan Allah Sang Pemilik Kehidupan.

Dan selalu ingat: Bismillah mendatangkan berkah, dan berkah itulah yang menjadi pelindung serta penghalang musibah dalam hidup kita.