Alam raya harus dikembalikan kepada kehormatannya yang awal, yaitu sakral. Namun itu hanya bisa tejadi jika manusia mengembalikan terlebih dahulu sakralitas dirinya sendiri. Manusia harus menyadari kemuliaannya dengan cara mendefinisikan ulang dirinya sebagai anasir yang tidak semata-mata biologis, tetapi juga spiritual. Ada Ketuhanan di dalam diri manusia.
Ada yang unik dari tanda bahwa manusia memiliki sisi spiritual dan Ketuhanan yaitu bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mendegradasi dirinya menjadi bukan manusia. Jadi, bukti bahwa manusia memiliki sisi sakralitas Ketuhanan adalah kemampuan dan kebebasan manusia untuk tidak mengakui sisi tersebut. Tidak ada makhluk yang mampu melakukan hal itu. Binatang tidak mampu menghinakan dirinya menjadi bukan binatang. Tumbuhan pun demikian. Itulah yang dilakukan oleh modernitas.
Cara mengembalikan manusia dan alam kepada kehormatannya adalah manusia dan alam tidak hanya dilihat sebagai fenomena atau sebagai sesuatu yang tampak, namun manusia dan alam secara fisik hanyalah penampakan dari sesuatu yang lebih besar, lebih agung, lebih luhur, lebih intens, dan seterusnya dan itu adalah Tuhan. QS. adz-Dzariyat/51: 20-21: Di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin. (Begitu juga ada tanda-tanda kebesaran-Nya) pada dirimu sendiri. Apakah kamu tidak memperhatikan?[1]
Ayat lain, yaitu QS. al-Baqarah/2: 114-115 lebih tajam mengkritisi. Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang masjid-masjid Allah digunakan sebagai tempat berzikir dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya, kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapatkan kehinaan di dunia dan mendapatkan azab yang berat di akhirat. Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.[2]
Masjid bukan hanya sebuah bangunan yang ditempati shalat Jumat, tetapi seluruh bumi—dan juga seluruh alam raya—adalah masjid dalam arti tempat untuk mengakui eksistensi Tuhan. Mereka yang merobohkan masjid-masjid adalah peradaban modern karena desakralisasinya terhadap manusia dan alam. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemahaman keagamaan yang keliru karena demi sakralitasi Tuhan, manusia dan alam didesakralisasi. Istilah Al-Qur’an untuk semua itu adalah “perobohan masjid-masjid”.[]